Sabtu, 4 Oktober 2014

ATASI TANTRUM PADA ANAK

http://4.bp.blogspot.com/-4q2XOgHVtw4/UkEVDVNDAVI/AAAAAAAAAqA/iC5p1Fr7NIc/s1600/tantrum.jpgDengan penanganan yang tepat, tantrum bisa diatasi agar tak berkembang lebih lanjut.
Oleh Rosdiana Setyaningrum Psikolog

Pernah melihat atau mengalami, saat anak Anda berusia di bawah 5 tahun sedang mengamuk? Ia menangis, berteriak, menghentak-hentakkan kaki, sampai ada yang memukul orang lain atau membenturkan kepalanya ke lantai. Tingkah laku seperti itu dikenal dengan istilah temper tantrum.
Temper tantrum merupakan ledakan emosi yang ditandai dengan ekspresi marah, menangis, berteriak dengan nada tinggi atau kata-kata yang kasar dan menjadi keras kepala. Saat tantrum, sang anak bisa kehilangan kontrol fisiknya sehingga tak bisa diam dan menolak ditenangkan, bahkan ia belum bisa tenang walaupun keinginannya telah terpenuhi. Setiap anak pernah mengalami fase ini, namun tingkatnya yang berbeda-beda.

Mengapa 2 Tahun?
Temper tantrum dimulai saat anak berusia 2 tahun. Oleh karena itu, usia ini tahun disebut sebagai “Terrible Two”. Gejala tantrum berkembang karena beberapa hal. 

Pertama, anak sedang dalam tahap kemandirian. Ia ingin melakukan segala sesuatu tentunya dengan caranya sendiri, sehingga ia tidak senang kalau harus banyak diatur oleh orang lain.

Di usia 2 tahun juga mulai berkembangnya otak emosi anak. Bila sebelumnya bayi berpikir ‘hanya’ dengan otak refleksnya, sekarang kemampuannya meningkat. Ia mulai ‘berpikir’ menggunakan otak emosinya. Pada usia inilah anak dapat merasakan bermacam emosi, seperti senang, marah, kesal, bingung, dan lainnya.

Di sisi lain, kemampuan bicaranya belum berkembang optimal. Di tahap usia ini, ia baru saja bisa berbicara atau hanya bisa mengucapkan sekitar 50 kata. Jadi bisa dibayangkan, saat ia tak dapat mengungkapkan perasaannya yang campur aduk, akhirnya ia merasa frustasi dan melampiaskannya dengan tantrum.

Apakah temper tantrum akan berlanjut ke usia 3-5 tahun? Tergantung cara penanganan orang tuanya. Biasanya, yang banyak terjadi adalah orang tua justru mendukung tantrum si anak. Alasannya tak tega karena ia menangis atau tak mau pusing mendengar tangisannya yang melengking. Bisa juga karena malu dilihat banyak orang kalau terjadi di tengah keramaian.

Akhirnya, tiap kali anak mengalami tantrum, kita memberikan apa yang ia inginkan. Kita lupa bahwa anak adalah pembelajar yang baik. Dengan cepat ia mempelajari cara yang mungkin digunakan untuk mendapatkan keinginannya. Bila dengan cara menangis, apalagi ditambah berteriak, orang tuanya akan menuruti keinginannya, alhasil tantrum digunakan sebagai senjata andalannya.
Bagaimana Mengatasinya?

Seandainya gejala tantrum baru terlihat, ingatlah bahwa tiap anak pasti melakukannya, jadi diamkan saja. Mendiamkan adalah cara paling manjur untuk menghadapi temper tantrum.

Saat melakukan tantrum, anak berharap supaya kita memberikan apa yang ia inginkan. Bila dengan cara yang dilakukan ternyata tak berhasil mendapatkan keinginannya, tentu ia akan berhenti melakukannya. Setelah ia tenang, katakan dengan halus bahwa cara itu tidak kita sukai dan tunjukkan cara lain yang tepat. Jelaskan pula mengapa kita tak bisa memberikan apa yang ia minta. Lakukanlah dengan konsisten sampai kebiasaan buruk itu hilang. Namun ada saat ketika kita tidak menghiraukan tangisannya, bukannya malah diam, ia justru meningkatkan level tantrumnya.

Namun ada saat ketika kita tidak menghiraukan tangisannya, bukannya malah diam, ia justru meningkatkan level tantrumnya. Misalnya dari hanya tangisan ditambah teriakan, bahkan sampai memukul dan menyakiti dirinya sendiri. Inilah kondisi paling menantang yang seringkali membuat orang tua akhirnya mengalah dan memenuhi keinginannya.

Lain halnya kalau tantrum telah menjadi kebiasaan yang berarti  membutuhkan waktu pemulihan lebih lama. Serta menuntut keteguhan hati orang tuanya karena cara mengatasinya masih tetap sama, yakni mendiamkan. Namun tetap dijaga agar tak melukai diri sendiri atau orang lain. Lakukanlah dengan konsisten dan bersabarlah menghadapi perlawanan dari anak.

Salah satu cara agar tetap konsisten berkata tidak pada anak yang tantrum, kita bisa bayangkan hal ini: Kalau masih kecil saja ia sudah berteriak-teriak hanya untuk minta mainan, apa yang akan ia lakukan kelak kalau sudah dewasa? Banyak orang dewasa melakukan hal kurang bijak karena memang terbiasa sejak kecil. Ingatlah bahwa apa yang kita ajarkan pada anak saat ini akan terbawa sampai ia tumbuh dewasa nanti.

Berdasarkan penelitian, anak yang terbiasa menahan keinginan akan tumbuh menjadi orang yang bertingkah laku lebih baik dan lebih bahagia. Sebagai orangtua, apa lagi yang kita harapkan selain melihat anak kita bahagia?  Article Futuready.com 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan